https://www.pegipegi.com/ |
Semua manusia
memiliki rasa takut. Naluri itu pemberian Allah swt yang berfungsi sebagai
pertahanan diri. Dengan rasa takut manusia akan lebih waspada melangkah agar
tidak mendapat celaka. Manusia juga akan merencanakan dengan baik segala
sesuatu yang harus dilakukannya. Dimana hal itu mengandung satu ancaman jika
tidak dilakukan.
Makanya selain ada janji pahala dan surga, Allah swt mengancam manusia dengan sanksi dosa dan neraka. Rasa takut seorang muslim, disertai pemikiran yang benar akan membuatnya taat pada Allah swt demi meraih hadiah pahala dan surga serta terhindari dari dosa dan api neraka.
Namun apa jadinya
bila rasa takut hilang dari manusia? Apakah bisa?
Pada kondisi
normal, rasa takut tak pernah bisa hilang dari manusia. Karena manusia
diciptakan Allah swt sepaket dengan rasa takut, selain juga rasa cinta dan rasa
– rasa yang lainnya. Tetapi pada kondisi tertentu, ternyata rasa takut bisa
hilang. Lalu apa rasanya ya?
Kehilangan rasa
takut dialami oleh seorang pemuda asal New York, AS, Jody Smith. Kisah
singkatnya begini. Saat ia masih sangat muda, Jody ditinggal mati oleh ayah dan
kakeknya. Hal itu membuatnya trauma. Selanjutnya Jody dinyatakan mengalami gangguan
sistem saraf yang mengakibatkan dirinya merasa takut atas banyak hal. Dalam
sehari dia bisa mengalami serangan panik lebih dari tiga kali
Karena kondisi yang
dirasakannya makin parah, pada usia 26 tahun Jody mendatangi dokter. Setelah
diperiksa, dokter memvonis Jody terkena epilepsi. Dia harus menjalani operasi.
Bila tidak, gejala epilepsi bisa lebih sering kambuh, otaknya bisa rusak dan
membahayakan nyawanya.
Baca Juga: Berhijab, Tak Membuatku Berhenti Melakukan Apa Yang Aku Suka
Hingga berumur 28 tahun,
Jody dihantui rasa takut akan mati tiba – tiba. Maka pada 2017, dia menjalani
operasi. Tim dokter yang mengoperasinya mengangkat secuil bagian amigdala otaknya.
Amigdala merupakan jaringan saraf otak yang berfungsi merespon ancaman pada tubuh,
mengendalikan indera penglihatan dan peraba, serta emosi yang biasa kita sebut
rasa takut. Sementara bagian lobus temporal dan hippocampus otaknya disusun
ulang.
Operasi Jody
berjalan lancar. Tiga hari dia di rumah sakit. Setelah dua minggu kembali ke
rumah, dia mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Katanya rasanya unik. Dia
tidak lagi merasa takut mengalami cedera. Tidak merasa cemas berlebihan dengan kematian.
Dia bersukur karena
kini dia merasa lebih rileks menghadapi masalah. Menurutnya insting – insting yang
masih ada dalam dirinya bisa lebih wajar merespon situasi yang ada. Dulu,
terhadap benda kotor saja dia bisa fobia. Kini dia bisa lebih santai cuci
tangan jika tangannya kotor.
Namun ternyata
tidak memiliki rasa takut bukan hal yang sepenuhnya bermanfaat. Dokter
menjelaskan, ketika amigdala tak berfungsi normal, maka tubuh Jody kehilangan
kemampuan memasok adrenalin ke otak, sulit fokus pada satu hal serta melemahkan
otot – otot refleksnya.
Baca Juga: 7 Channel Youtube Favoritku
Jody sendiri
merasakan kerugian tak lagi bisa merasakan takut. Hal itu disadarinya setahun
setelah operasi. Dia pernah didekati lima orang perampok saat sedang santai
berjalan di sebuah trotoar. Seorang perempuan di seberang jalan berteriak
memperingatkannya agar lari.
Waktu itu Jody
sadar bahwa ia sedang menjadi target perampokan. Tetapi tubuhnya sama sekali
tidak panik. Dia terus saja santai berjalan sambil melihat wajah orang yang
akan menyerangnya. Hari itu Jody masih beruntung, karena aksinya justru membuat
calon penyerangnya gentar. Mereka mundur perlahan dan membiarkan Jody lanjut
berjalan.
Beberapa bulan
kemudian tangan Jody digigit laba-laba. Bukannya merasakan panik, dia justru
hanya memandangi luka di telapak tangannya sambil berpikir, ‘Aku digigit
laba-laba nih, apa ya yang harus aku lakukan selanjutnya’.
Penasaran dengan
pengalamannya, Jody terus bereksperimen dengan berbagai hal yang mendekati
maut. Dia sengaja berdiri di tepian
jurang atau tebing ketika hiking. Meski dia sadar akan jatuh dan tidak ingin
jatuh, tapi tidak ada lagi adrenalin yang terpacu ketika kakinya hanya
selangkah lagi jatuh. Tidak ada keringat dingin di telapak tangannya.
Setelah itu dia konsultasi pada
dokter yang dulunya mengoperasinya. Dokter berkata bahwa kondisi Jody wajar.
Karena ada amigdalanya yang diangkat meski sedikit.
Baca Juga: HSG Ternyata Tidak Akurat
Ternyata kasus seperti Jody
bukan satu-satunya. Dr Sanne van Rooij, guru besar bidang psikiatri dan
perilaku manusia di Emory University Amerika Serikat bilang bahwa dia memiliki
catatan prilaku beberapa pasien epilepsi yang mengalami hal sama seperti Jody.
Itu merupakan efek samping operasi.
Ada kasus lain semisal yang
cukup terkenal, yakni Alex Honnold, pendaki tanpa alat bantu. Pada 2017, Honnold
mendaki bukit setinggi 2.307 meter di pegunungan Yosemite tanpa memakai tali
atau harnes sama sekali. Hingga ia berhasil mencapai puncak el Capitan di
pegunungan itu.
Keberanian Honnold terbilang
aneh meski untuk kriteria pendaki berpengalaman. Setelah diperiksa oleh ilmuwan
neurosains, ternyata Honnold mengalami kelainan di otaknya. Bagian amigdalanya
kecil sekali, bahkan nyaris tidak ada.
Artinya orang – orang seperti
Jody dan Honnold justru harus lebih hati-hati bertindak. Mereka harus secara
matang memperkirakan situasi. Selama tidak secara sengaja mendatangi situasi
berbahaya, maka mereka akan baik-baik saja.
Baca Juga: Gadis Ini Diputusin Pacar Gegara Pakai Gamis, Gimana Nasibnya?
Mengetahui kisah Jody dan
semisalnya membuat kita bersukur memiliki otak yang normal. Segala puji bagi
Allah swt yang telah memberi rasa takut, rasa cinta dan rasa – rasanya lainnya.
Segala puji bagi Allah swt yang telah memberi kita segala nikmat yang kita
rasakan dalam kehidupan. Semoga kita bisa menjadi hamba Allah swt yang semakin
baik dihadapanNya. Aamiin.
Referensi : https://www.vice.com/id/article/5dbdj3/kasus-unik-lelaki-amerika-serikat-jody-smith-tak-lagi-bisa-merasakan-takut-setelah-operasi-otak
kembali mbak
ReplyDelete