Monday, September 21, 2020

Demi Cita-Cita Dan Membantu Orangtua, Remaja Ini Harus Bekerja


Dalam salah satu film india terlaris, 3 Idiots, terselip pesan yang mengingatkan kita akan watak kejam sistem kapitalis. Dalam film itu seorang rektor berpidato pada para mahasiswa baru di kampusnya, “Ingat, hidup ini perlombaan! Jika kau tak cekatan, kau akan kalah!”

Ucapan rektor itu mewakili benak kebanyakan orang yang dikuasai ide kapitalis. Kapitalisme mengajarkan tentang kebebasan berekonomi. Siapapun boleh saja bercita-cita tinggi. Boleh saja menghendaki pencapaian tinggi di dunia ini. Tapi itu semua harus diraih dengan kekuatanmu sendiri.

Bersainglah. Berlombalah. Bekerja keras-lah. Dapatkan kesempatan memperoleh pendidikan terbaik. Dengan kekuatan kecerdasanmu, atau dengan uangmu. Lakukan cara apapun. Agar diri berpeluang menjadi ahli atau setidaknya berstatus ahli. Hingga layak menduduki profesi dambaan hati.

Inilah yang disadari oleh Imam Syahputra. Remaja berusia 14 tahun, yang berambisi menjadi seorang TNI. Berasal dari keluarga miskin, Imam harus realistis. Demi cita-cita dan membantu orangtua, dia wajib mendewasakan pikiran lebih dini. Harus bekerja keras. Bila tidak, asa terancam hancur.

Maka sejak kelas II SD, remaja asal Kota Medan ini telah bekerja menyemir sepatu. Pekerjaan itu dilakoninya sepulang sekolah sampai sore. Kalau hari libur ia bekerja dari pagi hingga sore.

Penghasilannya dibagi menjadi tiga. Untuk orangtua, jajan dan tabungan. Harapan Imam, tabungan itu bisa menjadi modal menjadi tentara. https://waspada.co.id/2020/09/anak-berusia-14-tahun-tukang-semir-sepatu-keliling-untuk-menjadi-tentara/

Terasa kekejaman kapitalisme bukan?

Imam beserta anak-anak lemah ekonomi lainnya harus ‘jungkir balik’ menggapai asa. Sementara anak-anak tajir dengan mudah membayar pendidikan terbaik bagi mereka. Mau jadi apa saja terbilang mudah.

Paling memprihatinkan adalah kondisi orang miskin disertai kecacatan fisik, atau berkebutuhan khusus. Dalam perlombaan dan persaingan ekonomi, mereka-lah yang memiliki modal paling minim. Mereka sudah kalah sejak awal.

Ya, jalan juang anak-anak seperti Imam memang terjal. Bahkan banyak dari mereka terpaksa merasakan pedihnya putus sekolah. Total jumlah anak putus sekolah di 34 provinsi negara kita masih berada di kisaran 4,5 juta anak. https://www.tempo.co/abc/4460/partisipasi-pendidikan-naik-tapi-jutaan-anak-indonesia-masih-putus-sekolah#:~:text=Ia%20mencatat%2C%20jumlah%20anak%20putus,turun%20dari%2038.700%20menjadi%2028.600.

Kapitalisme memang jahat. Manusia disuruh bersaing. Tapi start mereka berbeda. Modal mereka tidak sama. Anehnya pengusung kapitalisme menamakan persaingan bebas sebagai keadilan. Maka umumnya kemandirian anak seperti Imam bakal mengundang kekaguman masyarakat.

Kekaguman yang sebenarnya bercampur rasa kasihan. Naluri berbisik, “Begitu keras kehidupan ini memperlakukan orang susah kayak Imam.”

Sementara sisi lain dari diri yang termakan ide kapitalis akan berucap, “Tapi mau gimana lagi. Emang udah gitu?”

Sebagai turunan konsep keadilan ekonomi ala kapitalis, dalam pergaulan internasional pun berlaku ide pasar bebas. Dimana orang bijak mengatakan, pasar bebas layaknya sebuah ring tinju tempat bertandingnya para petinju beda kelas. Adilkah?

Sampai disini kita bakal bertanya, dalam perwujudan ide kapitalis, dimana peran negara? Sejak awal tokoh sentral ekonomi kapitalis, Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations, ‘mengharamkan’ campur tangan pemerintah dalam mengatur perekonomian rakyat.

Negara hanya boleh berperan sebagai regulator saja. Sebagai wasit, kalau - kalau ada yang terganggu terhadap prilaku ekonomi satu pihak. Disitu negara harus tiup peluit guna menetralkan kembali persaingan ekonomi rakyat. Ini menyempurnakan keadilan ala kapitalis.

Pada prakteknya, negara justru bermitra dengan para pemilik modal untuk menguasai perekonomian dan memperdaya orang-orang lemah. Sebab simbiosis mutualisme penguasa dan pengusaha sangat erat.

Penguasa butuh modal untuk naik tahta dan mempertahankan ‘mahkota’. Sementara pengusaha butuh jaminan kemudahan untuk bisnis mereka. Toh mengandalkan kekuatan uang sah – sah saja dalam kapitalisme.

Wajar kan kemesraan penguasa dan pengusaha abadi di sistem kapitalis?

Wajar pula problem kemiskinan, pengangguran dan putus sekolah, serta kriminalitas, kerusakan akhlak dan gangguan jiwa sebagai problem ikutan, tak pernah berakhir.

Namun efek yang tak kalah menyeramkan, kapitalisme sekuler telah merubah orientasi hidup kaum muslimin. Di bawah naungan kapitalisme, muslim menjadi pemburu dunia. Kapitalisme mengajarkan bahwa harta adalah segalanya. Memiliki harta berarti sebuah kesuksesan. Mempunyai harta artinya kemudahan hidup.

Alhasil sebagian besar orang rela berpayah – payah, berlomba demi tujuan utama, kekayaan.


Khilafah Wujudkan Asa, Merata

Penulis yakin kita pasti kompak mengatakan, “ Hayati lelah dengan penerapan kapitalis sekuler bang!”

Kita butuh sistem ekonomi yang adil secara hakiki. Sesuai fitrah. Itulah penerapan syariah Islam dalam institusi negara khilafah. Konsep ekonomi Islam yang diterapkan dalam kekhilafahan luar biasa. Datangnya dari Allah swt yang Maha Adil dan Bijaksana.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nizhamul Iqtishadi (Sistem Ekonomi Islam), politik ekonomi Islam bertujuan menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap orang secara menyeluruh. Kebutuhan primer yang dimaksud adalah pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Pemeran utama dalam menjamin kesejahteraan penduduk negara khilafah adalah pemimpin negaranya, khalifah. Khalifah berfungsi sebagai ra’in (pengurus) dan junnah(pelindung). Artinya, dalam khilafah negara hadir bak orangtua yang mengayomi anak-anaknya.

Tidak ada komersialisasi pendidikan seperti dalam sistem kapitalis. Anak-anak miskin seperti Imam Syahputra akan dengan mudah mendapatkan pendidikan gratis dan berkualitas. Khilafah mampu wujudkan asa anak negeri secara merata. Bahkan hebatnya, mereka akan diarahkan untuk hidup bervisi akhirat. Menempuh pendidikan demi membentuk diri menjadi pribadi Islam yang tangguh.

Negara khilafah akan memaksimalkan potensi seluruh penduduknya. Memberdayakan rakyat di berbagai bidang. Terutama untuk menyokong kepentingan dakwah Islam ke berbagai penjuru dunia.

0 Comments

Post a Comment