Tuesday, July 03, 2018

Mengenal Warga Jepang Melalui Film "Survival Family"



Salah satu kegiatan libur lebaran saya dan suami adalah nonton bareng. Nggak ke bioskop kok. Kami nonton di rumah saja. Nonton gratisan film lama. Kali ini tertarik sama film Jepang berjudul “Survival Family”, dirilis Februari 2017. Saya dan suami memang sepakat memilih genre film family. Dan dari trailer film tersebut, sepertinya seru, kisah sebuah keluarga yang bertahan hidup dalam keadaan sulit.

Ternyata dugaan saya benar, film ini menarik. Melalui film tersebut saya bisa melihat wajah lain dari Jepang. Image bersih dan tertibnya orang Jepang hilang disebabkan kesulitan yang mengancam jiwa mereka.

Diceritakan pada suatu ketika, seluruh dunia termasuk Jepang mengalami mati listrik. Bahkan baterai sekalipun tak lagi berfungsi. Padamnya listrik bukan sehari dua hari, tapi sekitar dua tahun. Konflik dimulai sejak hari pertama listrik padam. Beberapa catatan yang saya dapatkan adalah sebagai berikut:

Pertama, orang Jepang cinta sekali dengan pekerjaan dan sekolah.

Hari pertama listrik padam, kegiatan masih diupayakan berjalan normal. Para pekerja dan pelajar pergi seperti biasa ke tujuan masing-masing. Meski tempat tujuan mereka jauh tetap ditempuh dengan jalan kaki ataupun dengan sepeda. Mereka tak bisa menggunakan mobil atau bus. Sebab rata-rata kendaraan orang Jepang kecuali sepeda menggunakan tenaga listrik. Maka transportasi umum maupun mobil pribadi lumpuh total saat itu.

Dalam keadaan panas tanpa pendingin ruangan dan cahaya remang-remang yang berasal dari lilin, mereka tetap bertahan. Tapi ternyata tak lama. Di hari kedua, satu persatu sekolah mulai diliburkan. Sementara kantor, setelah beberapa hari juga terpaksa diliburkan, menunggu hingga keadaan normal.

Kedua, masyarakat modern sangat bergantung dengan listrik.

Jepang merupakan salah satu negara maju. Ia terkategori maju disebabkan oleh kecanggihan teknologinya. Masyarakat perkotaan seperti tokyo pun sehari-harinya menggunakan berbagai barang elektronik bertenaga listrik untuk kehidupan mereka. Pada akhirnya mati listrik menjadi masalah besar.

Kehidupan warga Tokyo benar-benar terancam tanpa listrik. Terutama karena mereka tak bisa memasak makanan dan mendapatkan air. Mengerikan melihat mereka kehabisan stok makanan baik di rumah maupun di supermarket. Sampai-sampai mereka terpaksa makan makanan kucing kalengan dan minum air aki.

Dalam kondisi tak ada makanan itu, uang tak lagi laku sebagai alat tukar. Orang-orang hanya mau tukar menukar barang yang bisa dimakan. Yang terpikir hanya bagaimana agar bisa bertahan hidup.

Ketiga, masyarakat perkotaan di Jepang suka yang serba instan.

Senang yang serba praktis memang ciri khasnya orang perkotaan, termasuk Tokyo. Makanan instan selalu jadi pilihan. Sampai-sampai masak ikan saja tidak suka.

Dalam film itu diceritakan, si ibu dari keluarga itu tak pandai membersihkan kotoran ikan. Keluarga mereka risih setiap kali dikirimi ikan dari kampung. Anak gadis keluarga itu sampai memperlihatkan wajah jijik ke ikan pemberian kakeknya. Ikan-ikan segar yang tak pernah berhasil dimakan.

Berjuang mempertahankan hidup, mereka memutuskan menyelamatkan diri ke kampung. Saat itulah dirasakan ruginya prilaku instan. Dalam perjalanan ke kampung mereka melalui berbagai tantangan. Saat perut lapar, kebetulan bertemu seekor babi. Mereka pun mengejar-ngejar binatang itu. Hingga kemudian merasakan sulitnya memotong-motong babi tersebut.

Keempat, masyarakat perkotaan individualis.

Bersikap individualis juga menjadi ciri khas orang kota. Sesama keluarga saling cuek. Ayah sibuk nonton TV. Anak lelaki main games. Anak perempuan bermedsos ria. Si ibu ngurus rumah. Begitulah keluarga dalam film itu diperlihatkan. Sekalinya interaksi sebentar saja berselisih. Lalu kembali ke dunia masing-masing. Ini yang sering dikatakan, dekat tetapi jauh. Badannya saja yang dekat tetapi hati mereka tidak saling terikat.

Masalah mati listrik menjadi pelajaran tersendiri bagi mereka. Dalam menghadapi berbagai tantangan di perjalanan menuju kampung, mereka terpaksa bekerja sama. Si ayah memperlihatkan kasih sayang pada anak-anak, ketika mengusahakan makanan untuk anak-anaknya.

Anak-anak terharu saat ayah mereka mendahulukan keselamatan mereka saat menyebrangi sungai. Di akhir cerita mereka menjadi kompak, kembali jadi keluarga harmonis.

Kelima, masalah perut bisa membuat orang Jepang melanggar aturan dan berantakan.

Bagian yang ini juga lucu. Saat warga tokyo merasa hidup mereka terancam dengan matinya listrik, kepanikan menyebar. Warga Tokyo berbondong-bondong ke bank untuk menarik uang mereka. Dan terjadilah keributan di berbagai pintu bank karena antrian ya kacau. Di jalanan sampah pun berserakan karena tak ada mobil pengangkut sampah yang beroperasi. Masalah perut ternyata bisa menjadikan manusia lupa pada kebiasaan baik yang sejak lama dipupuk.


Satu lagi poinnya. Ternyata warga Jepang bisa terkenal disiplin, bersih, rapi dan tertib karena bantuan teknologi mereka.

*****

Mereka menghabiskan waktu di kampung sekitar setahun lebih. Mereka pun sudah mulai terbiasa dengan kehidupan kampung yang serba manual. Menangkap ikan, memasak, mencuci dan beberes dilakukan tanpa bantuan listrik. Sampai akhirnya disuatu siang lampu jalanan menyala pertanda keadaan sudah normal.

Kabar dari media segera tersiar bahwa padamnya listrik disebabkan bumi kejatuhan benda langit sejenis komet. Saya bertanya tanya, kenapa peristiwa tersebut bisa menyebabkan kerusakan listrik sampai tahunan. Apa nggak bisa diperbaiki secepat mungkin? Yaah mudah mudahan nggak kejadian beneran ya, amin.

6 Comments:

  1. Wah jadi pengen nonton. Soalnya saya penggemar film jepang. Cuma sejak musim drakor saya jadi lebih sering nonton drakot juga

    ReplyDelete
  2. Boleh juga sepertinya film Survival Family ini, buat nonton di akhir pekan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak, seru filmnya baut ditonton sekeluarga.. no adegan dewasa. kiss sekalipun nggak ada

      Delete
  3. wah sepertinya menarik filmnya. ada donlotannya nggak ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. bisa dicari mbak downloadannya.. barangkali di aplikasi seperti iflix ada

      Delete