Friday, January 19, 2018

Kejadian Luar Biasa: Papua Dilanda Campak dan Gizi Buruk

BBC

Sulit sebenarnya akal sehat kita menerima krisis kesejahteraan bisa terjadi pada rakyat Indonesia. Pasalnya Indonesia cukup bekal untuk hidup sejahtera, berupa kekayaan alamnya. Apalagi Papua, tanah yang kaya akan hutan hingga barang tambang.

Tapi begitulah kenyataannya, tragedi kemanusiaan telah terjadi di bumi Papua. Wabah campak dan gizi buruk melanda Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Susul-menyusul bayi-bayi di sana berhenti menghembuskan nafasnya. Sejak September 2017 hingga januari 2018 ada 61 orang anak meninggal karena peristiwa luar biasa tersebut.

Publik pun mempertanyakan upaya pemerintah selama ini untuk mengatasi masalah ekonomi di Papua. Presiden Jokowi mengklaim telah melakukan sejumlah pembangunan infrastruktur demi mendongkrak pengembangan ekonomi di daerah tertinggal itu.

Hingga diharapkan dampaknya dapat meningkatkan kesejahteraan warga Papua. Namun ternyata pencapaian tersebut tidak berkorelasi dengan perbaikan nasib penduduk Papua. Warga Papua tetap merasakan kemiskinan di tengah tumpukan kekayaan alam yang ada.

Apalagi ketika publik mendengar respon Pak Presiden terhadap tragedi tersebut. Presiden Jokowi menyebut kejadian tersebut dipicu sulitnya akses jalan menuju medan kejadian.

Tentu hal ini membuat miris. Ternyata infrastruktur yang dibangun selama ini bukan sebenar-benarnya kebutuhan rakyat. Bukankah seharusnya akses jalan menuju daerah-daerah terpencil itu yang utama untuk dibangun. Bukannya jalan tol atau kereta cepat.

Kasus gizi buruk dan wabah campak tersebut juga membuktikan kalau selama ini kebutuhan masyarakat Papua akan pangan bergizi, pendidikan dan kesehatan terabaikan. Sebagaimana respon seorang pengguna media sosial ini.

"Halo, Pak Presiden @jokowi, sdh 61 anak meninggal dunia di Asmat krn campak dan gizi buruk. Sebetulnya, dibanding Tol dan Kereta Cepat, bangsa ini butuh banyak RS, Puskesmas, Sekolah, air bersih, rumah layak, dn pangan murah bergizi,' tulisnya menanggapi pemberitaan Kompas.id pada Senin (15/1/2018) lalu.

Tak dapat dipungkiri kalau pemimpin dalam demokrasi lebih fokus pada pencitraan. Banyak janji-janji kampanye tak terpenuhi namun tetap berusaha ingin terlihat berhasil. Menyiratkan ambisi berkuasa yang amat besar. Sekuat tenaga mereka berusaha mempertahankan kekuasaan meski harus menyakiti rakyat.

Sungguh pemimpin ala demokrasi tak mencerminkan sosok pemimpin yang dikehendaki Islam. Menurut Islam, seorang pemimpin itu adalah ra’in (pengurus). Bagai seorang penggembala, ia akan mengurus gembalaannya dengan maksimal.

Bila rakyat Papua diurus dengan baik, diberikan hak-haknya memperoleh pangan bergizi, pelayanan pendidikan dan kesehatan yang baik, pasti kondisi mereka jauh dari kemiskinan.

Hak-hak para bayi untuk hidup layakpun bisa terpenuhi. “Imam adalah laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya. HR Muslim.

Pemimpin menurut Islam juga seorang junnah (pelindung). Bak seorang ayah yang baik, tak akan membiarkan anak-anaknya kelaparan bahkan kehilangan nyawa. Begitulah pemimpin.

Meski barangkali membangun jalan-jalan di Papua penuh tantangan dan berbiaya mahal karena medannya yang sulit, namun dengan semangat keimanan pada Allah swt, seorang pemimpin pasti bisa mewujudkan kualitas Papua sama baiknya dengan kota-kota besar yang ada di Jawa.

Dengan memaksimalkan pengelolaan sumber daya alam oleh tim pemerintah sendiri serta diperuntukkan semata pada rakyat maka taraf hidup penduduk Papua pasti meningkat.

Semoga tim kesehatan dari kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dapat menanggulangi KLB. Setidaknya sesaat dapat mengurangi masalah. Semoga pemimpin negeri ini sadar dan bertaubat dari kesalahannya.

Semoga penerapan Islam secara total dalam naungan Khilafah yang akan menyejahterakan manusia segera terwujud. Amin.

2 Comments:

  1. Iya mbak, pemerintah seharusnya lebih mengutamakan infrastruktur yg mendukung kesehatan dan pendidikan anak2 di daerah terpencil seperti papua... Sedih dengar banyak yg meninggal karena kurangnya fasilitas kesehatan seperti itu..

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya juga begitu mbak..sedih dengan kondisi negeri kita tercinta ini

      Delete