Barangkali lupa, atau sedang khilaf ya
bapak Wahyu Widayanti. Beliau yang merupakan Kepala Bidang Bimbingan
Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) ini menyatakan, kasus gizi buruk tidak akan
terjadi jika ada kepatuhan orangtua, khususnya ibu, untuk membawa anak
balitanya ke pos pelayanan terpadu (posyandu), (Republika, 20/01/2015). Artinya,
pak Wahyu beranggapan bahwa penduduk Indonesia hanya memerlukan informasi
kesehatan sebagaimana yang disediakan posyandu, sementara semua orang dianggap
mampu membeli makanan bergizi.
Inilah yang dilupakan pak Wahyu, bahwa
kemiskinan merupakan masalah di Indonesia. Kemiskinan jelas berkorelasi langsung
dengan tingkat kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan gizi bagi
keluarganya. Di negeri Indonesia yang subur ini, banyak penduduk yang tak mampu
membeli beras. Mirisnya, di kota Indramayu yang notabene penghasil beras,
warganya justru makan nasi aking. Bagaimana seorang ibu yang makan nasi aking
bisa memberi ASI berkualitas pada bayinya? Wajar saja si anak rentan terkena
gizi buruk.
Gizi buruk bisa juga dialami balita
akibat terkena infeksi penyakit. Serangan penyakit biasanya berhubungan dengan kebersihan
lingkungan rumah. Keberadaan Posyandu dalam memberikan informasi terkait tata
cara merawat lingkungan agar selalu bersih memang baik. Posyandu juga
memberikan informasi tentang pemanfaatan pekarangan guna mendukung pengembangan
penganekaragaman pangan bagi keluarga. Namun, banyak penduduk miskin yang
terpaksa harus tinggal di daerah kumuh, seperti dipinggir kali dan dipermukiman
milik pabrik tempat mereka bekerja. Jangankan pekarangan, fasilitas MCK (mandi,
cuci, kakus) saja minim. Bagaimana mereka bisa menciptakan lingkungan sehat?
Sekali lagi, edukasi dari Posyandu memang
berefek positif bagi masyarakat. Walau sebenarnya, jumlah Posyandu pun kurang
dari kebutuhan. Daerah-daerah terpencil masih banyak yang tidak terjangkau
fasilitas Posyandu. Namun lebih dari itu, rakyat butuh kesungguhan
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mereka butuh sandang yang
layak, pangan bergizi dan tempat tinggal yang baik bagi mereka. Untuk itu
seharusnya negara dapat memudahkan ketersediaan lapangan kerja yang layak bagi
rakyat. Pemerintah harus dapat menstabilkan harga kebutuhan pokok agar harganya
terjangkau bagi semua kalangan. Harus pula memudahkan ketersediaan tempat
tinggal terbaik bagi rakyat. Mereka butuh pelayanan pendidikan dan kesehatan
yang berkualitas dan gratis. Agar masyarakat berilmu termasuk masalah
kesehatan, melebihi apa yang diberikan oleh layanan Posyandu.
Ini yang sulit dipenuhi oleh pemerintahan
neolib saat ini. Pemerintah dalam cengkraman neoimperialisme dan neoliberalisme
justru membiarkan harta kekayaan milik rakyat dirampok asing. Sumber daya alam
yang seharusnya dapat membiayai kehidupan rakyat, kini menjadi milik asing.
Negara berprinsip lepas tangan terhadap urusan rakyatnya. Subsidi BBM dicabut
sehingga harga-harga kebutuhan pokok semakin melambung tinggi. Kalaupun
pemerintah memberi perhatian, ya sebatas Posyandu saja.
Kasus gizi buruk, merupakan bukti
kegagalan rezim neolib dalam memenuhi hak dasar rakyatnya. Tak pantas
pemerintah menyalahkan rakyat, sementara tanggungjawabnya tak dilakukan dengan
baik. Keberadaan neoliberalisme dan imperialisme yang mencengkram Indonesialah
biang keladinya. Ayo, buang neoliberalisme dan neoimperliasme dan ganti dengan
Syariah dan Khilafah. Wallahu a’lam bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar